Arsip Kategori: Artikel

Melawan Stigma Kepustakawanan — sisilain pustakawan

Setiap mengalami kempes ban di jalan aku selalu berfikir akan ada tukang ban dekat lokasi kejadian. Sepuluhan kali aku mengalami. Entah kenapa aku berfikir seperti itu. Sangkaan positifku mengatakan mungkin Tuhan masih sayang aku, tidak menguji hamba-Nya melebihi kemampuan. Nggak kebayang, kan menuntun motor dengan ban kempes melebihi 500 meter? Dugaan burukku kadang berkata “paku […]

via Melawan Stigma Kepustakawanan — sisilain pustakawan

KUESIONER: Budaya Pengetahuan

Salam sejahtera bagi warga Jabodetabek. Mohon perkenannya meluangkan sedikit waktu untuk mengisi angket ini.

http://bit.ly/kajianbudayapengetahuan

Saya sedang melakukan riset tentang BUDAYA PENGETAHUAN, untuk mamahami perilaku masyarakat urban dalam menghadapi informasi/pengetahuan. Masyarakat yang kuat adalah mereka yang memiliki informasi/pengetahuan.

Salam hormat,
Laksmi
E-mail: llaksmi706@gmail.com

KUESIONER: Peranan Perpustakaan dalam Menunjang Kegiatan Akademik

Saya sedang melakukan riset mandiri tentang peranan perpustakaan dalam menunjang kegiatan akademik. Kuesioner ini dibuat untuk memperoleh masukan langsung dari pengguna layanan. Hasil studi ini akan digunakan untuk kepentingan akademis yang nantinya akan membantu dunia manajemen perpustakaan.

Kuesioner ini ditujukan bagi mahasiswa, dosen dan peneliti pengguna jasa perpustakaan. Waktu untuk mengisi survey ini sekitar 10 menit.

Kami sangat menjaga kerahasiaan jawaban Anda. Hasil yang ditampilkan nantinya adalah bersifat agregat, bukan jawaban individu.

Lima orang yang beruntung akan mendapatkan buku “PERSONAL BRANDING: Membangun Citra Diri yang Cemerlang” tulisan saya sendiri. Selain itu, bila berminat Anda boleh meminta hasil survey ini ke info@etnomark.com.

Selamat mengisi dan terima kasih.

Amalia E. Maulana, Ph. D.
ETNOMARK Consulting

Link Kuesioner Klik di Sini

Pilkada Rasa Daging

https://i0.wp.com/kpujakarta.go.id/file_berita/pengumuman%20calon.docx-page-001_2354766791.jpg
Sumber gambar: http://kpujakarta.go.id/file_berita/pengumuman%20calon.docx-page-001_2354766791.jpg

Rakyat Indonesia akan melaksanakan pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) serentak di beberapa daerah pada tahun 2017. Salah satunya adalah Pilkada di Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang memiliki tiga pasang calon gubernur dan wakil gubernur [1], yaitu: 1. Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, 2. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat, dan 3. Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno. Pilkada DKI Jakarta merupakan Pilkada yang paling banyak menyedot perhatian masyarakat dan media massa sehingga mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa Pilkada DKI Jakarta merupakan Pilkada rasa Pilpres (Pemilihan Umum Presiden)[2]. Kalau menurut pendapat saya, Pilkada DKI Jakarta merupakan Pilkada rasa daging.

Mengapa saya sebut demikian? Saya melihat dari sudut pandang diri saya sebagai warga DKI Jakarta dalam Pilkada DKI Jakarta ini seperti hendak memilih makanan berbahan dasar daging. Makanan yang saya butuhkan bukan sekedar untuk mengisi perut tetapi juga menyambung hidup, memuaskan selera makan, dan harus sesuai dengan batasan/aturan makan saya. Menu tersaji yang dapat saya pilih adalah makanan berbahan dasar: 1. Daging Sapi, 2. Daging Babi, atau 3. Daging Kambing. Mau diolah sedemikian rupa, bahan utamanya adalah salah satu dari ketiga daging ini.

Daging sapi merupakan daging yang secara umum paling banyak dijual di Indonesia, bahkan kita sampai perlu impor sapi untuk memenuhi kebutuhan daging nasional. Daging sapi dapat diolah menjadi banyak menu favorit masyarakat dan banyak yang cocok dengan rasanya. Akan tetapi, ada masyarakat yang tidak makan daging sapi misalnya umat Hindu. Sapi dalam ajaran Agama Hindu merupakan hewan yang suci [3]. Kita semua wajib menghargai ini dan tidak boleh ada seseorang (misalnya seorang penjual bakso sapi yang kebetulan berjualan di daerah mayoritas umat Hindu) mengatakan bahwa mereka dibohongi oleh ajaran agama mereka atau dibohongi oleh pemuka agama mereka perihal memakan daging sapi.

Menurut sahabat saya yang makan daging babi, ini adalah daging yang rasanya paling enak. Meskipun saya belum pernah mencicipinya, saya percaya hal itu karena saya berpikir kalau lemak/minyak babi yang dicampurkan ke makanan saja sering dikatakan dapat membuat makanan menjadi lezat, apalagi dagingnya? Pasti lezat sekali. Meskipun demikian, tidak semua orang dapat makan daging babi. Agama Islam melarang umat muslim untuk memilih daging babi sebagai pilihan makanannya [4].

Di Indonesia, menjual makanan berbahan daging babi merupakan hak setiap warga, meskipun masyarakatnya mayoritas muslim. Di sinilah kita memerlukan Label Halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengingatkan dan menjaga umat muslim dari makanan-makanan haram seperti daging babi. Pedagang daging babi juga tidak boleh mengatakan bahwa ajaran Agama Islam atau ulamanya berbohong dengan ayat tersebut karena takut dagangan berbahan daging babinya tidak laku. Mereka tidak boleh memaksakan kehendak dan menyebarkan propaganda bahwa orang yang pilih makan daging babi itu orang-orang rasional/cerdas karena rasanya terbukti paling enak dan yang tidak makan daging itu tidak rasional/bodoh karena mengikuti keyakinan mereka ketimbang bukti rasa enaknya.

Daging kambing merupakan daging yang juga sering kita temui sebagai bahan makanan di Indonesia. Biasanya diolah menjadi sate, nasi kebuli, kambing guling, dan lainnya. Rasanya enak dan menjadi favorit banyak orang seperti daging sapi. Hal ini tidak berarti semua orang bisa makan daging kambing. Daging kambing merupakan pantangan untuk orang-orang yang memiliki riwayat penyakit darah tinggi, kolesterol, dan beberapa penyakit lainnya. Kita tidak boleh memaksakan mereka untuk makan daging kambing karena dapat memperparah penyakit yang mereka derita.

Apapun pilihan daging yang akan kita makan nanti tentu harus dapat kita pertanggungjawabkan masing-masing. Tanggung jawab terhadap diri sendiri, orang lain, dan Tuhan. Hal yang sama berlaku kepada mereka yang memilih menjadi vegetarian karena meyakini bahwa semua jenis daging itu tidak baik, jahat, dan merusak. Setiap pilihan untuk memilih atau tidak memilih ada konsekuensinya [5] [6]. Marilah peduli dan cintai diri kita, keluarga, lingkungan, dan negara kita. Rakyat Indonesia patut bersyukur karena tidak atau belum mengalami apa yang terjadi di negara-negara yang sedang berkonflik saat ini. Semoga Indonesia tidak jatuh dalam konflik atau jatuh dalam genggaman pemimpin Otoriter Gila. Merdeka! [7]
# Didedikasikan untuk sahabat saya Bopung sesama mantan relawan yang sedang galau. Golput itu bukan elu banget bro!
-Dwijo-
Pustakawan
Mantan Relawan Jakarta Baru (Jokowi-Ahok) 2012

Referensi
[1] http://kpujakarta.go.id/view_berita/pengumuman_nama_dan_nomor_urut_pasangan_calon_gubernur_dan_wakil_gubernur_dki_jakarta_tahun_2017
[2] http://news.liputan6.com/read/2609714/3-kandidat-di-pilkada-dki-rasa-pilpres
[3] http://www.kulkulbali.co/post.php?a=373&t=mengapa_orang_hindu_tidak_memakan_daging_sapi#.WBqKxftaczI
[4] https://rumaysho.com/13221-kenapa-babi-diciptakan-lantas-diharamkan.html
[5] https://www.youtube.com/watch?v=qQOyoeBKf5o
[6] https://www.youtube.com/watch?v=kP6DttvPZmk
[7] https://www.youtube.com/watch?v=dMSga7hLbYY

 

Resensi buku “Perpustakaan untuk Rakyat: Dialog Anak dan Bapak”

Judul Buku = Perpustakaan untuk Rakyat : Dialog Anak dan Bapak
Pengarang = Ratih Rahmawati dan Blasius Sudarsono
Penerbit = Sagung Seto, Jakarta
Tahun Terbit = 2012
Tebal Buku = 164 halaman

PUSAKA BAGI PERPUSTAKAAN DAN TAMAN BACA MASYARAKAT
————————————————–
Buku ini mencoba menyadarkan kita (kembali) bahwa rakyat memiliki hak yang perlu ditunaikan oleh perpustakaan dan taman baca(an) masyarakat (TBM). Dalam Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan kemerdekaan Indonesia adalah dalam rangka “Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Di sinilah perpustakaan dan TBM mengambil peran. Lebih jauh lagi, melalui penyediaan informasi dan membuka peluang sebesar-besarnya bagi rakyat untuk memperoleh pendidikan, perpustakaan dan TBM berperan dalam “Memajukan kesejahteraan umum”. Peran perpustakaan dan TBM Tersebut bahkan dijabarkan lebih jauh lagi melalui Undang-Undang Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007. Penulis berusaha memformulasikan suatu strategi untuk pemenuhan hak rakyat tersebut oleh perpustakaan dan TBM.

Dalam buku ini terdapat kata sambutan dari Kepala PDII-LIPI, Ir. Sri Hartinah, M.Si., dan pengantar dari Agus Rusmana yang memberikan gambaran umum isi buku. Layaknya sebuah drama, buku ini memiliki prolog dan pengenalan tokoh dibagian awal. Bagian berikutnya dimuai dengan dialog pertama antara sang bapak dan anaknya. Dalam dialog ini terjadi diskusi untuk memaknai perpustakaan dan TBM itu sendiri. Selain itu, dalam dialog ini pula turunnya mandat dari sang bapak kepada anaknya untuk turun langsung ke lapangan.

Lalu bagian berikutnya, ada laporan dari sang anak yang telah turun ke lapangan. Laporan ini membahas mengenai fenomena TBM di Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan ini pun dibahas oleh bapak dan anak dalam dialog kedua. Dalam dialog kedua ini juga dibahas mengenai konsep perpustakaan untuk rakyat. Di bagian berikutnya ada tulisan berjudul “Memaknai perpustakaan” yang ditulis oleh sang bapak. Dengan segala ilmu dan pengalamannya yang sudah banyak di dunia kepustakawanan Indonesia, sang bapak menjabarkan dengan begitu fasih mengenai fundamental perpustakaan, pembudayaan kegemaran membaca, Perpustakaan Nasional RI, dan profesi pustakawan. “Memaknai perpustakaan dilakukan dengan mencermati apa yang diamanatkan oleh UU 43, 2007” (Sudarsono, 2012: 118).

Lalu berikutnya adalah dialog ketiga. Dalam dialog ini, sang bapak dan anak mencoba membedah hal-hal apa saja yang mungkin diakukan oleh perpustakaan dan pustakawan agar dapat terciptanya perpustakaan untuk rakyat. Hasil dari dialog ketiga ini kemudian menjadi sebuah tulisan kolaborasi antara keduanya yang berjudul “Sinergi perpustakaan dan TBM”. Menurut mereka, sinergi antara perpustakaan dan TBM-lah yang diperlukan untuk merealisasikan konsep perpustakaan untuk rakyat dan tercapainya tujuan kemerdekaan “Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Lebih lanjut lagi, dijelaskan pula bagaimana sinergi ini dapat berjalan. Sinergi ini akan berjalan baik apabila perpustakaan dan TBM memiliki kesadaran dan tujuan yang sama, yaitu menunaikan amanah UUD 45 dan UU 43 tahun 2007. Kemudian di bagian akhir buku ini ditutup dengan sebuah epilog mengenai perpustakaan untuk rakyat.

Penulis bereksperimentasi dalam penulisan buku ini. Gaya penulisan buku yang dibuat seperti sebuah drama membuat buku ini menarik. Akan tetapi sayangnya masih ditemukan kesalahan ejaan dan pengetikan dalam buku ini. Isi buku ini menawarkan sebuah konsep baru tentang terciptanya sistem layanan nasional perpustakaan dan langkah-langkah untuk merealisasikannya. Meskipun penulis sendiri mengakui bahwa konsep ini masihlah preliminer dan memerlukan penyempurnaan. Buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca oleh para pustakawan, calon pustakawan, peneliti dibiang perpustakaan dan informasi, maupun siapa saja yang berkaitan dengan dunia kepustakawanan dan pendidikan di Indonesia.

kolordwijo
Sumber: https://www.goodreads.com/review/show/859161326?utm_medium=api&utm_source=custom_widget

Sekilas info: Update di SLiMS Cendana [Januari 2016]

github slims senayan update

Kabar datang dari Senayan Developer Community (SDC) di awal tahun 2016 ini. Para pemegang kendali terhadap pengembangan perangkat lunak manajemen perpustakaan SLiMS (Senayan Library Management System) ini memberitahukan bahwa ada pembaruan (update) pada SLiMS versi 7 (Cendana). Kabar ini ditujukan untuk semua pengguna SLiMS Cendana untuk meng-update SLiMS Cendana yang mereka pakai dengan source dari https://github.com/slims/slims7_cendana

Ada satu perbaikan dari kelemahan sistem (bugs) pada update tersebut. Bugs yang diperbaiki yaitu penulisan log sistem. Jadi, untuk para pengguna SLiMS Cendana yang memerlukan perbaikan bugs pada pebulisan log sistem, silahkan mengunjungi source tersebut dan melakukan update pada server SLiMS Cendana masing-masing. Kolordwijo

Sumber: Informasi dari Bang Hendro Wicaksono

Apakah dapat disebut sebagai perpustakaan jika tidak memiliki keanggotaan?

“selamat malam, saya ingin bertanya mengenai perpustakaan. apakah dapat disebut perpustakaan jika tidak memiliki keanggotaan? dalama arti, perpustakaan khusus ini terbuka untuk umum namun mereka tidak membuat keanggotaan bagi pengujungnya. terima kasih – uciucai”

Demikianlah pertanyaan menarik dari salah seorang pengunjung blog ini. Meskipun sebenarnya saya masih perlu memperoleh tambahan penjelasan agar hal yang ditanyakan benar-benar jelas atau tuntas. Saya akan mencoba membahasnya pada kesempatan kali ini.

Pertanyaan diatas akan saya jawab dengan melihat definisi dari “Perpustakaan” itu sendiri. Apa itu perpustakaan? Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan

“Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.”

“Perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain.”

Definisi di atas memberikan kita gambaran mengenai unsur-unsur penting yang ada di perpustakaan, yaitu:
1. Pustakawan,
2. Koleksi, dan
3. Pemustaka (pengguna yang memanfaatkan perpustakaan).
Tanpa ada salah satu dari unsur-unsur ini maka menurut saya suatu institusi tidak dapat disebut sebagai perpustakaan. Perpustakaan tanpa ada pustakawan, lalu siapa yang akan mengelolanya dengan sistem baku dan profesional? Bukankah “Library is the librarian it’s self?” Apabila perpustakaan tanpa ada koleksi, lalu apa yang akan dikelola dan dimanfaatkan? Perpustakaan tanpa pemustaka atau orang-orang yang menggunakan/memanfaatkan perpustakaan, lalu siapa yang akan memanfaatkan perpustakaan? dan untuk apa perpustakaan itu ada? apa gunanya?

Apabila yang dimaksud dalam pertanyaan uciucai adalah institusi tersebut tidak memiliki pemustaka atau pengguna yang memanfaatkan perpustakaan tersebut maka saya katakan institusi itu bukanlah perpustakaan. Perpustakaan Khusus pun tetap harus memiliki pemustaka (meskipun ruang lingkup pemustaka terbatas/khusus). Apabila yang dimaksud dalam pertanyaan uciucai adalah institusi tersebut tidak memiliki MANAJEMEN/PENGELOLAAN KEANGGOTAAN maka jawabannya relatif.

Mengapa relatif? Kita harus melihat bagaimana cara koleksi itu dimanfaatkan oleh pengguna. Apakah koleksi tersebut dipinjamkan secara gratis, disewakan, atau dijual. Ketiga proses pemanfatan koleksi oleh pengguna menentukan akan menjadi apa institusi tersebut. Koleksi yang dimanfaatkan untuk dipinjam oleh pengguna secara gratis, kita dapat menyebut institusi itu sebagai perpustakaan. Lalu, koleksi yang dimanfaatkan untuk disewakan kepada pengguna, kita menyebut institusi itu sebagai kios penyewaan buku. Berdasarkan sejarahnya, kios-kios penyewaan buku ini pada awalnya muncul dari usaha warga keturunan Tionghoa pada masa kolonialisme untuk mendapatkan sumber informasi/menambah ilmu dan kini berkembang menjadi Taman Baca Masyarakat (Sudarsono dan Rahmawati, 2012). Terakhir, koleksi yang dimanfaatkan untuk dibeli, kita menyebut institusi itu sebagai toko buku.

Semoga sampai di sini penanya (uciucai) sudah dapat menyimpulkan dan mendapatkan jawaban. Saran saya, perpustakaan perlu memiliki sebuah mekanisme manajemen keanggotaan untuk mempermudah kegiatan perpustakaan. Dengan adanya manajemen keanggotaan, kita dapat mengetahui dan mengenal siapa saja para pemustaka kita. Bukan hanya untuk keperluan pelaporan tetapi juga untuk keperluan mendekatkan perpustakaan kepada penggunanya/pemustaka. Selain itu, manajemen keanggotaan dapat digunakan untuk pencatatan apabila pemustaka ingin meminjam koleksi untuk dibawa pulang. Perpustakaan pun dapat mengetahui tentang minat baca dari pengguna/pemustaka terhadap koleksi-koleksi tertentu. Hal ini bermanfaat salah satunya untuk pengembangan koleksi. Semoga jawaban dengan keterbatasan ilmu yang saya miliki ini bermanfaat. Apabila ada pendapat lain silahkan berikan komentar Anda di bawah ini. Wassalamu’alaikum
-Kolordwijo-

Referensi:
Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
Sudarsono, Blasius dan Rahmawati, Ratih. 2012. Perpustakaan untuk Rakyat: Dialog Anak dan Bapak. Jakarta: Sagung Seto.

Arah Bahtera Kepustakawanan Indonesia

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي الْآخِرَةِ ۚ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ
“Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS: Saba’ Ayat: 1)

Beberapa waktu yang lalu seorang rekan mengirimkan sebuah artikel yang berjudul “35 TAHUN IPI : 1973-2008” karya Guru kami Drs. Zulfikar Zen. Artikel ini disampaikan pada acara Musayawarah Daerah (Musda) Pengurus Daerah Ikatan Pustakawan Indonesia di Banjarmasin, pada 9 Oktober 2008. Menurut saya, artikel ini menarik untuk kita baca.

Dari artikel ini, kita dapat mengetahui sejarah dan kiprah Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI, dibaca i-pe-i). IPI memang resmi berdiri pada tahun 1973, namun gagasan dibentuknya “persatuan ahli perpustakaan di Indonesia” sudah dimulai oleh A.G.W. Dunningham dan A. Patah pada tahun 1952-1953. Gagasan ini direspon dengan diadakannya pertemuan para pegawai perpustakaan di Jakarta sehingga lahirlah perkumpulan pustakawan yang pertama yaitu Asosiasi Perpustakaan Indonesia (API) pada 4 Juli 1953. API kemudian berkembang menjadi Perhimpunan Ahli Perpustakaan Seluruh Indonesia (PAPSI) pada 27 Maret 1954 sebagai hasil dari Konferensi Perpustakaan Seluruh Indonesia. Kemudian, PAPSI diubah menjadi Perhimpunan Ahli Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi (PAPADI) dalam Kongres I PAPSI tanggal 6 April 1956. 15 Juli 1962, PAPADI mengalami perubahan nama menjadi Asosiasi Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Indonesia (APADI). Selain APADI, ada juga Himpunan Pustakawan Chusus Indonesia (HPCI) yang berdiri pada 5 Desember 1969. Kedua organisasi inilah (APADI dan HPCI) yang kemudian bersatu membentuk Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) pada tahun 1973.

IPI sudah menjadi satu-satunya organisasi resmi pustakawan Indonesia selama bertahun-tahun. Akan tetapi sejak era reformasi dimulai pada tanggal 21 Mei 1998, pola organisasi di Indonesia mengalami berbagai perubahan termasuk organisasi perpustakaan dan pustakawan di Indonesia. 12 Oktober 2000, Forum Perpustakaan perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI) dibentuk. Disusul pembentukan Forum Perpustakaan Khusus Indonesia (FPKUI) pada 18 november 2000. Kemudian, ada Forum Perpustakaan Umum Indonesia (FPUI) yang dibentuk pada 4 Juni 2002 dan Forum Perpustakaan Sekolah Indonesia (FPSI) pada 8 Agustus 2002. Pada periode 2006, Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII) terbentuk, tepatnya pada 23 Maret 2006. Pembentukan organisasi-organisasi ini mendapatkan perhatian khusus dalam artikel yang disampaikan pada Musayawarah Daerah (Musda) Pengurus Daerah Ikatan Pustakawan Indonesia di Banjarmasin, pada 9 Oktober 2008.

Pada saat ini, ada sekitar 13 asosiasi perpustakaan dan pustakawan di Indonesia. Menurut Pak Zulfikar ini adalah konsekuensi logis setelah era reformasi dan semakin banyak jumlah pustakawan di Indonesia. Secara positif, hal ini dapat diartikan bahwa semakin banyaknya pustakawan yang mulai peduli dan akan ada darah segar juga energi baru untuk kemajuan kepustakawanan Indonesia. Di sisi lain, ada pula kekhawatiran akan terjadinya perpecahan dan munculnya kesenjangan dalam kualitas sumberdaya pengurus antara organisasi yang satu dengan yang lainnya.

Dalam artikel tersebut juga tidak disangkal bahwa IPI memiliki kekurangan-kekurangan dalam kiprahnya selama ini. Akan tetapi, hendaknya asosiasi lain yang lahir kemudian tidak menyangkal peran positif IPI selama ini. IPI ingin berperan sebagai perekat dan pemersatu antar pustakawan tanpa perbedaan status, latar belakang pendidikan, dan lembaganya.

SINERGI ANTAR ASOSIASI PUSTAKAWAN DAN PERPUSTAKAAN INDONESIA
Bangsa kita memiliki sebuah konsep kearifan lokal yang dikenal dengan gotong-royong. Sebagai pustakawan, kita pun menyadari bahwa tidak ada satu perpustakaan yang mampu mengakomodir semua kebutuhan pemustaka. Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi yang pesat dan karakteristik generasi milenial atau net-generation yang berbeda dengan generasi sebelumnya, hendaknya pustakawan semakin sadar dengan besarnya tantangan kita hari ini.

Pustakawan tidak lagi memiliki waktu untuk saling mempermasalahkan antara kita. Zaman ini adalah zaman dimana sebuah perusahaan besar sekaliber Sony, Sharp, Toshiba, dan Sanyo dari Jepang mengalami kemerosotan padahal beberapa dekade lalu, Samsung adalah bahan lelucon harian mereka. Zaman dimana mungkin Nokia menyesali pengembangan OS Symbian dan mengacuhkan Android. Dari kasus Sony dan Nokia, kita dapat mempelajari pentingnya menjadi cepat dalam beradaptasi serta selalu berinovasi dan tidak meremehkan siapapun.

Menurut hemat saya, cara peleburan organisasi-organisasi menjadi satu seperti pada kasus APADI dan HPCI menjadi IPI beberapa dekade lalu berpotensi menghambat munculnya inovasi dan pergerakan kita sendiri. Yang kita butuhkan saat ini adalah sebuah sinergi. Sinergi perlu dilakukan oleh semua asosiasi pustakawan dan perpustakaan juga asosiasi lain yang bersentuhan dengan bidang ini.

Sinergi terlihat mudah untuk sekedar diucapkan namun kita sadar tidak akan semudah pada prakteknya. Tentu hal ini menuntut kita untuk merendahkan ego sektoral/mungkin ego pribadi dan terus secara konsisten berusaha mewujudkannya. Komunikasi yang rutin juga diperlukan untuk dapat terciptanya sebuah sinergi. Diharapkan asosiasi-asosiasi pustakawan dan perpustakaan mampu untuk duduk bersama dengan melakukan pertemuan secara rutin dengan demikian kesempatan untuk berkomunikasi dan bermusyawarah semakin terbuka.

Komunikasi dan musyawarah dapat mencegah kita untuk saling mencurigai dan membenci. Terlebih lagi apabila sampai ada penyampaian nasihat atau kritik dengan cara yang kurang tepat. Imam Syafi’i pun pernah berpesan
“Nasihati aku kala sunyi dan sendiri; jangan di kala ramai dan banyak saksi. Sebab nasihat di tengah khalayak terasa hinaan yang membuat hatiku pedih dan koyak, maka maafkan jika aku berontak.” (Asy-Safi’i)
Allah juga telah memberikan petunjuk kepada kita untuk bermusyawarah. Salah satu contohnya terdapat pada Surat Ali ‘Imran ayat 159:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya:
“Maka disebabkan rahmat Allahlah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap kasar dan berhati keras. Niscaya mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Kerena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan tertentu. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS. Ali ‘Imran: 159)

Apa saja yang perlu dimusyawarahkan? Hal-hal yang perlu dimusyawarahkan tentunya perihal kepustakawanan di Indonesia, khususnya mengenai visi dan pola pergerakan yang akan dilakukan oleh masing-masing asosiasi pustakawan dan perpustakaan. Visi, misi, dan tujuan masing-masing asosiasi pustakawan dan perpustakaan perlu di-peta-kan. Hal ini akan membantu kita dalam memperjelas peran dan fungsi setiap asosiasi pustakawan dan perpustakaan. Hendaknya kita memahami mengenai apa, bagaimana, dan mengapa kita ini?

Asosiasi pustakawan dan perpustakaan tentu memiliki kekuatan, kelemahan, keuntungan, dan ancaman masing-masing. Kelemahan satu asosiasi dapat ditutupi dengan bantuan kekuatan asosiasi lainnya, begitu juga ancaman satu asosiasi dengan keuntungan asosiasi lainnya. Hal yang penting adalah untuk membentuk cita-cita bersama, menyepakati visi bersama. Visi ini kemudian perlu dituangkan dan dijabarkan lebih rinci kedalam kerangka program atau kegiatan yang saling bersinergi.

Memahami hakikat asosiasi dan diri, membentuk visi bersama, pemetaan pergerakan, dan bersinergi merupakan hal-hal yang dapat kita terus upayakan untuk menghadapi tantangan saat ini. Saya berharap, semua pihak dapat ikut berperan mendorong terciptanya sinergisme ini bahkan untuk “sekedar” sebuah partisipasi keanggotaan dalam asosiasi ataupun doa. Seperti kisah berikut ini:
‘Abdah bin Abi Lubabah berkata: “Aku bertemu dengan Mujahid. Lalu dia menjabat tanganku, seraya berkata:
“Jika dua orang yang saling mencintai karena Allah bertemu, lalu salah satunya mengambil tangan kawannya sambil tersenyum kepadanya, maka gugurlah dosa-dosa mereka sebagaimana gugurnya dedaunan…”
[Lihat Silsilah ash-Shahihah: 526, 2004, 2692]
‘Abdah melanjutkan: “Aku pun  berkata: “Ini adalah perkara yang mudah…”
Mujahid lantas menegur, seraya berkata:
“Janganlah engkau berkata demikian, karena Allah ta’ala berfirman;
لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِيْ الْأَرْضِ جَمِيْعًا مَا أَلَّفْت بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ
“Walaupun engkau membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi niscaya engkau tidak dapat menyatukan hati mereka, akan tetapi Allah-lah yang telah mempersatukan hati mereka…” (QS Al-Anfal: 63)
Akhirnya ‘Abdah berkata: “Maka aku pun mengakui bahwa dia (Mujahid) memiliki pemahaman yang lebih dibandingkan aku…”
(Hilyatul Auliya’ :3/297, Silsilah as-Shahiihah: 2004)

Dari kisah ini, kita dapat mengambil hikmah bahwa hanya Allah SWT yang mampu mempersatukan hati manusia. Dia-lah Maha Penguasa Hati yang mampu membolak-balikkan hati makhluk-Nya dan hanya kepada-Nya lah kita hendaknya memohon. -dwijo

 

Referensi:
__. 200?. “Musyawarah dalam Islam”.  http://kiteklik.blogspot.com/2010/08/musyawarah-dalam-islam.html#sthash.O7tjHxPB.dpuf (Diakses pada 5 Maret 2015)
Antariksa, Yodhia. 2012. “The Death of Samurai : Robohnya Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo” http://strategimanajemen.net/2012/09/03/the-death-of-samurai-robohnya-sony-panasonic-sharp-dan-sanyo/#sthash.8IzfFY6k.dpuf (Diakses pada 5 Maret 2015)
Asmara, Aldiles Delta. 2015. “Adab menasihati”. http://www.dakwatuna.com/2015/02/25/64561/adab-menasihati/#ixzz3TTrEimGT (Diakses pada 5 Maret 2015)
Femi, Albertus. 2013. “Kontradiksi Artikel The Death of Samurai: Robohnya Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo”. http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/01/09/kontradiksi-artikel-the-death-of-samurai-robohnya-sony-panasonic-sharp-toshiba-dan-sanyo-517947.html (Diakses pada 5 Maret 2015)
Maarif, Ahmad Syafii. 2013. “Rontoknya perusahaan Jepang”. http://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/13/05/10/mmkh36-rontoknya-perusahaan-jepang (Diakses pada 5 Maret 2015)
Sahabat ilmu. 2015. “Jabat tangan”. Sebuah kisah yang disebarkan melalui media sosial.
Zen, Zulfikar. 2008. “35 TAHUN IPI : 1973-2008”. Makalah  pada: Musayawarah Daerah (Musda) Pengurus Daerah Ikatan Pustakawan Indonesia KALIMANTAN SELATAN Banjarmasin, 9 Oktober 2008.

Cara memperbesar kapasitas upload lampiran SLiMS

Okay, kali ini kita akan membicarakan soal urusan besar-memperbesarkan…

Biasanya kalau urusan besar-memperbesar kita langsung teringat pada sosok Mak Erot yang fenomenal itu… Sayang sekali Mak Erot telah tiada sehingga saya merasa kewalahan ketika harus memperbesar ukuran… eeh ini sepertinya salah fokus… hadeuh… maaf broh..

Disini saya mau sharing sedikit pengalaman saat harus mengunggah/upload file lampiran/attachment dengan menggunakan aplikasi perpustakaan SLiMS Meranti. Secara umum, sewaktu mengunggah file-file berukuran kecil-sedang kegiatan ini akan lancar jaya. Akan tetapi, sewaktu harus mengunggah file lampiran berukuran besar sering sekali gagal. Hal ini disebabkan karena kapasitas upload lampiran aplikasi SLiMS Meranti yang terbatas pada 71680 KB.

upload sebelum diperbesar
upload sebelum diperbesar
proses upload gagal
proses upload gagal

Ukuran yg kurang besar ini membuat saya susah mendapatkan pasangan… #IkiOpooooo….. Maksudnya ukuran yang terbatas pada 71680 KB ini membuat file lampiran yang memiliki ukuran lebih besar dari 71680 KB akan gagal ter-upload. Solusinya, kita harus memperbesar kapasitas upload lampiran SLiMS Meranti ini. Tentu caranya bukan dengan datang ke Mak Erot karena ini urusannya berbeda. Berikut ini solusinya:

1. Kita dapat mengubah kapasitas upload lampiran dengan cara mengedit file php.ini. Dimana letak file ini? File ini tidak berada dalam master senayan. Letak file ini bergantung pada jenis Operating System dan cara anda menginstall Apache, Php dan Mysql. Contohnya, menginstall AMP di Ubuntu dengan menggunakan paket, maka letak php.ini ada di /etc/php5/apache2/php.ini. Lalu bagaimana dengan pengguna XAMPP pada windows? Ada dimana letak php.ini nya?

Pertama-tama kita harus cek terlebih dahulu dengan cara melihat informasi dari fungsi phpinfo() dan melihat isi dari entri Loaded Configuration File. Caranya dengan:

mencari php.ini
mencari php.ini
  • Copy alamat php.ini lalu paste di My Computer
membuka php.ini
membuka php.ini

2. Setelah kita berhasil menemukan dan membuka file php.ini barulah kita meng-edit file php.ini sebagai berikut:

  • cari baris: upload_max_filesize = 8M –> ganti angka sesuai keinginan Anda.
upload_max_filesize
upload_max_filesize
  • cari baris: post_max_size = 8M –> ganti sesuai keinginan Anda
post_max_size
post_max_size

*batas angka ukuran maksimal file yang dapat di-upload dan ditampilkan adalah sebesar RAM komputer Anda.

3. Kemudian save hasil edit php.ini, kemudian jangan lupa untuk restart apache

Sekarang silahkan dicoba untuk meng-upload. Biasanya keterangan angka/ukuran maksimum pada field “File to Attach” yang tadinya maximum 71680 KB akan berubah sesuai dengan ukuran maksimal file yang kita ubah di php.ini

success
success
berhasil yaak
berhasil yaak

Akhirnya, kapasitas upload file lampiran yang dahulu kecil kini sudah menjadi lebih besar dan saya menjadi percaya diri kembali. Terima kasih Tong peng….

NB: Apabila file yang ter-upload gagal ditampilkan pada halaman OPAC maka,

Syarat untuk bisa menampilkan berkas pdf di OPAC:
a. Berkas tidak terporteksi untuk dibuka atau untuk disalin teksnya. Jika diunduh dari ebook di internet, pastikan berkas ini tidak dilengkapi dengan password
b. PDF akan diubah menjadi format SWF dengan eksekusi berkas pdf2swf. Pastikan file tersebut di folder lib/swftools/bin memiliki hak untuk eksekusi agar bisa dijalankan
c. Ukuran berkas tidak melebihi kapasitas maksimal berkas yang bisa diunggah (yang ini harusnya sudah beres yaa..)
d. Folder “repository” dan “files” diberikan akses yang memadai untuk menyimpan file pdf dan swf hasil konversi

By: Kolordwijo

^_^

Bacaan rujukan:

Nengwuri. 2012. “Menambah kapasitas upload lampiran”. http://slims.web.id/forum/viewtopic.php?f=22&t=187&p=726&hilit=kapasitas+upload#p726. Diakses pada 27 Agustus 2013

PHP Blogger. 2008. “php.ini di XAMPP 1.6.2”. http://pintar-php.blogspot.com/2008/05/phpini-di-xampp-162.html. Diakses pada 27 Agustus 2013

SLiMS Developer Community. 200?. “Frequently Asked Questions”. http://slims.web.id/web/. Diakses pada 27 Agustus 2013