Arsip Tag: Kepustakawanan

CALL FOR PAPERS: The 2nd International Conference on Library, Archives, and Information Sciences 2018 (ICOLAIS 2018)

pinustaka_ICOLAIS 2018

This year of 2018, in a concordance with the 66th Anniversary of DIPI FIB UI, in collaboration with UiTM Mara and Chulalongkorn University, we proudly present The 2nd International Conference on Library, Archives, and Information Sciences 2018 (ICOLAIS 2018). ICOLAIS 2018 invites scientists from various fields related to library and information science. This is to accomplish in the development of library and information science. The theme coined in this international conference is “The Power of Information in Shaping Society,” that will act as a medium to discuss multidisciplinary topics in the field of library and information science. Through this theme, it is hoped that we can involve many professionals that have indirect roles in the related field of library and information science, such as architecture, information systems, computer science, data analytics, etc. Besides, this anniversary event is also an event for homecoming for the alumni to contribute to the development of the DIPI FIB UI, which could strengthen the bond and network between the department and its alumni and related parties.

Save the date: October 29 – 30, 2018
For further information: http://icolais.ui.ac.id, icolais@ui.ac.id

 

SEMILOKA NASIONAL KEPUSTAKAWANAN INDONESIA 2018

TATA KELOLA INFORMASI: Konektivitas Lembaga, Keterbukaan Informasi Publik dan Diseminasi Pengetahuan
Malang, 5 – 7 September 2018

pinustaka poster seminar nasional kepustakawanan 2018

Rangkaian kegiatan Semiloka Nasional Kepustakawanan Indonesia 2018 dan Munas ISIPII  ini bertujuan untuk:
1.    Menggali perkembangan baru dalam dunia perpustakaan, informasi, teknologi informasi, dan arsip dari para pakar, pengelola, pemerhati, pengajar, dan praktisi perpustakaan dan informasi.
2.    Menghasilkan output yang dapat bermanfaat bagi perkembangan perpustakaan (perguruan tinggi, sekolah, khusus, umum), teknologi informasi, pengelolaan dokumen dan kearsipan di Indonesia.
3.    Persetujuan mengenai Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan kepengurusan ISIPII
4.    Rumusan mengenai Program Kerja dan Rekomendasi FPPTI dalam perkembangan Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia.

Informasi lebih lanjut mengenai acara dapat dilihat di: http://fppti.or.id/index.php/pendahuluan-semiloka2018

Selain itu, Anda juga dapat berpartisipasi dengan mengirimkan artikel ilmiah pada Call for Paper Semiloka Nasional Kepustakawanan Indonesia 2018. Informasi lebih lanjut mengenai Call for Paper Semiloka Nasional Kepustakawanan Indonesia 2018 dapat dilihat di: http://jodis.isipii.org/index.php/jodis/announcement/view/2

 

Informasi lebih lanjut tersedia pada tautan( 1) dan brosur (2) berikut ini:

  1. http://fia.ub.ac.id/perpusinfo/berita/semiloka-nasional-kepustakawanan-indonesia-2018.html
  2. BROSUR semiloka 2018

Semoga bermanfaat.

Grup Telegram Mahasiswa & Alumni Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia

Jum’at, 27 April 2018 terbentuklah sebuah Grup Telegram yang berisikan mahasiswa dan alumni Ilmu Perpustakaan dan Informasi (Library and Information Science) di Indonesia. Aplikasi Telegram dipilih karena mampu menampung anggota dalam jumlah sangat banyak dalam satu grup. Grup ini telah di-setting menjadi Super Group sehingga cukup untuk 100.000 anggota. Di samping itu, ada juga alasan keamanan dan kecanggihan aplikasi Telegram yang lebih baik dibandingkan WA Group.

kolordwijo Indonesia LIS Telegram Group

Sejauh ini, anggota Grup Telegram mahasiswa dan alumni Library and Information Science baru ada 83 anggota dari berbagai Universitas di Indonesia. Kurang populernya aplikasi Telegram di Indonesia menjadi salah satu kendala. Sebelum bergabung, calon anggota perlu menginstal aplikasi Telegram terlebih dahulu. Aplikasi ini dapat diperoleh melalui halaman website Telegram dan dapat dijalankan pada Mobile Apps (Android, iPhone, Windows Phone, & Firefox OS), Desktop Apps (Windows, Mac, Linux, & macOS), dan Web Apps (Telegram Web-version & Chrome app).

Teman-teman mahasiswa dan alumni Library and Information Science di Indonesia yang ingin bergabung Grup Telegram ini silahkan klik tautan berikut ini: https://t.me/joinchat/FBUG-A_5WaSpUHnps-7hCg

Semoga Bermanfaat.

Dwijo

Peran Asosiasi Perpustakaan dalam Membangun Citra Pustakawan Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0

Waktu: Rabu 2 Mei 2018, Pukul 08.00 – Selesai

Tempat: Ruang Auditorium Lantai 4, Perpustakaan Nasional RI, Jl. Medan Merdeka Selatan No. 11, Jakarta

Kontribusi :
Anggota FPPTI : Rp. 200.000
Umum / Mahasiswa : Rp. 250.000

Transfer ke :
BRI KCP UI Depok atas nama Erika
0672-01-007203-50-5
*bukti transfer harap dibawa

Pendaftaran: https://goo.gl/2ksD8M

Informasi lebih lanjut :
Nur Listiani (0818645901)
Amirul Ulum (0818519636)
Anastasia Santi (081317321868)

# Apabila Bapak/Ibu membutuhkan surat undangan resmi silahkan kirimkan email ke semnas.fppti.2018@gmail.com

Calls for Papers: 1st International Conference on Library and Information Science

TEMA

“Peran Ilmu Perpustakaan, Dokumentasi, dan Kearsipan dalam Pendidikan di Era Teknologi dan Informasi”

SUB-TEMA

  1. Ilmu Perpustakaan dan Informasi di Era Teknologi dan Informasi
  • Konsep, Teori dan Perspektif Sejarah Keilmuan Library Information Science
  • Kajian Mutakhir Teaching Methodologies and Curriculum Development In LIS School
  •  Best Practice dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Di LIS School
  • The Competencies Are Required of LIS Graduated In Changing LIS Market.
  • Trend Pemanfatan Media di Pendidikan Perpustakaan: Kolaborasi, Koordinasi, Fokus.
  • Metaliterasi dalam Pengembangan Kurikulum di LIS School.
  1. Ilmu Dokumentasi dan Kearsipan di Era Teknologi dan Informasi
  • Isu-Isu tentang Dokumentasi Ilmiah di Dunia Pendidikan
  • Konsep dan Implementasi Penyebarluasan Dokumentasi Ilmiah Bagi Pendidikan
  • Museum Sebagai Pusat Dokumentasi Sejarah Pendidikan
  •  Peranan Arsip dalam Pengembangan Pengetahuan di Era Teknologi Informasi
  • Navigasi Sumber Daya Online Perpustakaan di Lingkungan Pendidikan.
  • Sistem Pengelolaaan Arsip Elektronik di Era Teknologi dan Informasi
  • Peran Arsip Informasi Multikultural dalam Pembelajaran
  • Artifak Budaya sebagai Bentuk Dokumentasi Pendidikan
  1. Ilmu Perpustakaan, Dokumentasi, dan Kearsipan dalam Pembangunan Berkelanjutan untuk Pendidikan Berkualitas di Era Teknologi dan Informasi.
  • Peranan Penting Ilmu Perpustakaan dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan dan Literasi untuk Pembangunan Berkelanjutan.
  • Model Dokumentasi Pengetahuan Lokal untuk Kualitas Pendidikan dalam Pembangunan Berkelanjutan.
  •  Model Pengelolaan Arsip dalam Mensukseskan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
  •  Literasi Media dan Digital dalam Pengembangan Perilaku Informasi untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
  • Implikasi Perkembangan Teknologi Perpustakaan Menopang Sustainable Development Goal dalam Aspek Pendidikan
  • Model Komunikasi Pendidikan dalam Mendukung Sustainable Development Goal

Sumber: http://iclis.event.upi.edu/

Resensi buku “Perpustakaan untuk Rakyat: Dialog Anak dan Bapak”

Judul Buku = Perpustakaan untuk Rakyat : Dialog Anak dan Bapak
Pengarang = Ratih Rahmawati dan Blasius Sudarsono
Penerbit = Sagung Seto, Jakarta
Tahun Terbit = 2012
Tebal Buku = 164 halaman

PUSAKA BAGI PERPUSTAKAAN DAN TAMAN BACA MASYARAKAT
————————————————–
Buku ini mencoba menyadarkan kita (kembali) bahwa rakyat memiliki hak yang perlu ditunaikan oleh perpustakaan dan taman baca(an) masyarakat (TBM). Dalam Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan kemerdekaan Indonesia adalah dalam rangka “Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Di sinilah perpustakaan dan TBM mengambil peran. Lebih jauh lagi, melalui penyediaan informasi dan membuka peluang sebesar-besarnya bagi rakyat untuk memperoleh pendidikan, perpustakaan dan TBM berperan dalam “Memajukan kesejahteraan umum”. Peran perpustakaan dan TBM Tersebut bahkan dijabarkan lebih jauh lagi melalui Undang-Undang Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007. Penulis berusaha memformulasikan suatu strategi untuk pemenuhan hak rakyat tersebut oleh perpustakaan dan TBM.

Dalam buku ini terdapat kata sambutan dari Kepala PDII-LIPI, Ir. Sri Hartinah, M.Si., dan pengantar dari Agus Rusmana yang memberikan gambaran umum isi buku. Layaknya sebuah drama, buku ini memiliki prolog dan pengenalan tokoh dibagian awal. Bagian berikutnya dimuai dengan dialog pertama antara sang bapak dan anaknya. Dalam dialog ini terjadi diskusi untuk memaknai perpustakaan dan TBM itu sendiri. Selain itu, dalam dialog ini pula turunnya mandat dari sang bapak kepada anaknya untuk turun langsung ke lapangan.

Lalu bagian berikutnya, ada laporan dari sang anak yang telah turun ke lapangan. Laporan ini membahas mengenai fenomena TBM di Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan ini pun dibahas oleh bapak dan anak dalam dialog kedua. Dalam dialog kedua ini juga dibahas mengenai konsep perpustakaan untuk rakyat. Di bagian berikutnya ada tulisan berjudul “Memaknai perpustakaan” yang ditulis oleh sang bapak. Dengan segala ilmu dan pengalamannya yang sudah banyak di dunia kepustakawanan Indonesia, sang bapak menjabarkan dengan begitu fasih mengenai fundamental perpustakaan, pembudayaan kegemaran membaca, Perpustakaan Nasional RI, dan profesi pustakawan. “Memaknai perpustakaan dilakukan dengan mencermati apa yang diamanatkan oleh UU 43, 2007” (Sudarsono, 2012: 118).

Lalu berikutnya adalah dialog ketiga. Dalam dialog ini, sang bapak dan anak mencoba membedah hal-hal apa saja yang mungkin diakukan oleh perpustakaan dan pustakawan agar dapat terciptanya perpustakaan untuk rakyat. Hasil dari dialog ketiga ini kemudian menjadi sebuah tulisan kolaborasi antara keduanya yang berjudul “Sinergi perpustakaan dan TBM”. Menurut mereka, sinergi antara perpustakaan dan TBM-lah yang diperlukan untuk merealisasikan konsep perpustakaan untuk rakyat dan tercapainya tujuan kemerdekaan “Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Lebih lanjut lagi, dijelaskan pula bagaimana sinergi ini dapat berjalan. Sinergi ini akan berjalan baik apabila perpustakaan dan TBM memiliki kesadaran dan tujuan yang sama, yaitu menunaikan amanah UUD 45 dan UU 43 tahun 2007. Kemudian di bagian akhir buku ini ditutup dengan sebuah epilog mengenai perpustakaan untuk rakyat.

Penulis bereksperimentasi dalam penulisan buku ini. Gaya penulisan buku yang dibuat seperti sebuah drama membuat buku ini menarik. Akan tetapi sayangnya masih ditemukan kesalahan ejaan dan pengetikan dalam buku ini. Isi buku ini menawarkan sebuah konsep baru tentang terciptanya sistem layanan nasional perpustakaan dan langkah-langkah untuk merealisasikannya. Meskipun penulis sendiri mengakui bahwa konsep ini masihlah preliminer dan memerlukan penyempurnaan. Buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca oleh para pustakawan, calon pustakawan, peneliti dibiang perpustakaan dan informasi, maupun siapa saja yang berkaitan dengan dunia kepustakawanan dan pendidikan di Indonesia.

kolordwijo
Sumber: https://www.goodreads.com/review/show/859161326?utm_medium=api&utm_source=custom_widget

Penutup Tahun 2015

Tidak terasa, kita sudah berada dipenghujung tahun 2015. Tidak banyak pula yang dapat saya tulis di Blog ini. Tercatat hanya dua postingan yang dapat saya tulis selama tahun 2015 ini. Komentar-komentar dan pertanyaan dalam blog ini juga tidak sempat saya balas. Saya mohon maaf kepada teman-teman yang telah memberikan komentar dan pertanyaan namun belum sempat saya balas.

Pencapaian tahun 2015 ini tidak terlalu banyak namun sangat layak untuk saya syukuri. Alhamdulillah… Pada tahun ini, saya sudah diangkat sebagai pustakawan dengan status pegawai tetap di suatu Universitas swasta ternama di Indonesia. Selain itu, saya sudah lolos sertifikasi pustakawan yang diadakan oleh Lembaga Sertifikasi Pustakawan yang digelar di Perpustakaan Nasional RI (aka Perpusnas) dan memulai perkuliahan S2 saya dalam bidang Ilmu Perpustakaan (dengan orientasi Teknologi Informasi) di salah satu perguruan tinggi negeri di Bogor. Hal ini lah yang akhirnya membuat saya memutuskan untuk melepas masa tugas saya dalam mengkoordinir komunitas SLiMS sebagai ketua dan mencoba mengambil peran yang lebih kecil dalam kepengurusan komunitas maupun organisasi ikatan kesarjanaan dibidang saya.

Saya menyadari masih banyak tugas yang harus diselesaikan tahun mendatang. Menyelesaikan program magister saya dalam waktu sesingkat mungkin, menyeimbangkan kehidupan pribadi, keluarga, sosial, keorganisasian, dan hubungan dengan Tuhan menjadi prioritas utama saya. Selain itu, (mudah-mudahan) saya dapat lebih banyak membaca dan menulis pada tahun mendatang.

Semoga, pergantian tahun ini dengan tahun-tahun berikutnya membuat saya dan Anda menjadi lebih baik lagi. Aamiiiin…

Sidang Perdana dan Terbuka KAPPA SIGMA KAPPA INDONESIA

Acara “Sidang Perdana dan Terbuka KAPPA SIGMA KAPPA INDONESIA” diadakan di Jakarta pada 17 Desember 2015. Dalam acara ini, Dr. Agus Rusmana, M.A. (Dosen pada Program Studi Ilmu Perpustakaan Unpad) menyampaikan sebuah pidato kepustakawanan berjudul “MASYARAKAT BERPENGETAHUAN
dan KEPUSTAKAWANAN: Kepustakawanan Berorientasi Pengetahuan”. Berikut ini naskah lengkap pidato kepustakawanan tersebut:
http://

-kolordwijo-

Arah Bahtera Kepustakawanan Indonesia

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي الْآخِرَةِ ۚ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ
“Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS: Saba’ Ayat: 1)

Beberapa waktu yang lalu seorang rekan mengirimkan sebuah artikel yang berjudul “35 TAHUN IPI : 1973-2008” karya Guru kami Drs. Zulfikar Zen. Artikel ini disampaikan pada acara Musayawarah Daerah (Musda) Pengurus Daerah Ikatan Pustakawan Indonesia di Banjarmasin, pada 9 Oktober 2008. Menurut saya, artikel ini menarik untuk kita baca.

Dari artikel ini, kita dapat mengetahui sejarah dan kiprah Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI, dibaca i-pe-i). IPI memang resmi berdiri pada tahun 1973, namun gagasan dibentuknya “persatuan ahli perpustakaan di Indonesia” sudah dimulai oleh A.G.W. Dunningham dan A. Patah pada tahun 1952-1953. Gagasan ini direspon dengan diadakannya pertemuan para pegawai perpustakaan di Jakarta sehingga lahirlah perkumpulan pustakawan yang pertama yaitu Asosiasi Perpustakaan Indonesia (API) pada 4 Juli 1953. API kemudian berkembang menjadi Perhimpunan Ahli Perpustakaan Seluruh Indonesia (PAPSI) pada 27 Maret 1954 sebagai hasil dari Konferensi Perpustakaan Seluruh Indonesia. Kemudian, PAPSI diubah menjadi Perhimpunan Ahli Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi (PAPADI) dalam Kongres I PAPSI tanggal 6 April 1956. 15 Juli 1962, PAPADI mengalami perubahan nama menjadi Asosiasi Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Indonesia (APADI). Selain APADI, ada juga Himpunan Pustakawan Chusus Indonesia (HPCI) yang berdiri pada 5 Desember 1969. Kedua organisasi inilah (APADI dan HPCI) yang kemudian bersatu membentuk Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) pada tahun 1973.

IPI sudah menjadi satu-satunya organisasi resmi pustakawan Indonesia selama bertahun-tahun. Akan tetapi sejak era reformasi dimulai pada tanggal 21 Mei 1998, pola organisasi di Indonesia mengalami berbagai perubahan termasuk organisasi perpustakaan dan pustakawan di Indonesia. 12 Oktober 2000, Forum Perpustakaan perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI) dibentuk. Disusul pembentukan Forum Perpustakaan Khusus Indonesia (FPKUI) pada 18 november 2000. Kemudian, ada Forum Perpustakaan Umum Indonesia (FPUI) yang dibentuk pada 4 Juni 2002 dan Forum Perpustakaan Sekolah Indonesia (FPSI) pada 8 Agustus 2002. Pada periode 2006, Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII) terbentuk, tepatnya pada 23 Maret 2006. Pembentukan organisasi-organisasi ini mendapatkan perhatian khusus dalam artikel yang disampaikan pada Musayawarah Daerah (Musda) Pengurus Daerah Ikatan Pustakawan Indonesia di Banjarmasin, pada 9 Oktober 2008.

Pada saat ini, ada sekitar 13 asosiasi perpustakaan dan pustakawan di Indonesia. Menurut Pak Zulfikar ini adalah konsekuensi logis setelah era reformasi dan semakin banyak jumlah pustakawan di Indonesia. Secara positif, hal ini dapat diartikan bahwa semakin banyaknya pustakawan yang mulai peduli dan akan ada darah segar juga energi baru untuk kemajuan kepustakawanan Indonesia. Di sisi lain, ada pula kekhawatiran akan terjadinya perpecahan dan munculnya kesenjangan dalam kualitas sumberdaya pengurus antara organisasi yang satu dengan yang lainnya.

Dalam artikel tersebut juga tidak disangkal bahwa IPI memiliki kekurangan-kekurangan dalam kiprahnya selama ini. Akan tetapi, hendaknya asosiasi lain yang lahir kemudian tidak menyangkal peran positif IPI selama ini. IPI ingin berperan sebagai perekat dan pemersatu antar pustakawan tanpa perbedaan status, latar belakang pendidikan, dan lembaganya.

SINERGI ANTAR ASOSIASI PUSTAKAWAN DAN PERPUSTAKAAN INDONESIA
Bangsa kita memiliki sebuah konsep kearifan lokal yang dikenal dengan gotong-royong. Sebagai pustakawan, kita pun menyadari bahwa tidak ada satu perpustakaan yang mampu mengakomodir semua kebutuhan pemustaka. Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi yang pesat dan karakteristik generasi milenial atau net-generation yang berbeda dengan generasi sebelumnya, hendaknya pustakawan semakin sadar dengan besarnya tantangan kita hari ini.

Pustakawan tidak lagi memiliki waktu untuk saling mempermasalahkan antara kita. Zaman ini adalah zaman dimana sebuah perusahaan besar sekaliber Sony, Sharp, Toshiba, dan Sanyo dari Jepang mengalami kemerosotan padahal beberapa dekade lalu, Samsung adalah bahan lelucon harian mereka. Zaman dimana mungkin Nokia menyesali pengembangan OS Symbian dan mengacuhkan Android. Dari kasus Sony dan Nokia, kita dapat mempelajari pentingnya menjadi cepat dalam beradaptasi serta selalu berinovasi dan tidak meremehkan siapapun.

Menurut hemat saya, cara peleburan organisasi-organisasi menjadi satu seperti pada kasus APADI dan HPCI menjadi IPI beberapa dekade lalu berpotensi menghambat munculnya inovasi dan pergerakan kita sendiri. Yang kita butuhkan saat ini adalah sebuah sinergi. Sinergi perlu dilakukan oleh semua asosiasi pustakawan dan perpustakaan juga asosiasi lain yang bersentuhan dengan bidang ini.

Sinergi terlihat mudah untuk sekedar diucapkan namun kita sadar tidak akan semudah pada prakteknya. Tentu hal ini menuntut kita untuk merendahkan ego sektoral/mungkin ego pribadi dan terus secara konsisten berusaha mewujudkannya. Komunikasi yang rutin juga diperlukan untuk dapat terciptanya sebuah sinergi. Diharapkan asosiasi-asosiasi pustakawan dan perpustakaan mampu untuk duduk bersama dengan melakukan pertemuan secara rutin dengan demikian kesempatan untuk berkomunikasi dan bermusyawarah semakin terbuka.

Komunikasi dan musyawarah dapat mencegah kita untuk saling mencurigai dan membenci. Terlebih lagi apabila sampai ada penyampaian nasihat atau kritik dengan cara yang kurang tepat. Imam Syafi’i pun pernah berpesan
“Nasihati aku kala sunyi dan sendiri; jangan di kala ramai dan banyak saksi. Sebab nasihat di tengah khalayak terasa hinaan yang membuat hatiku pedih dan koyak, maka maafkan jika aku berontak.” (Asy-Safi’i)
Allah juga telah memberikan petunjuk kepada kita untuk bermusyawarah. Salah satu contohnya terdapat pada Surat Ali ‘Imran ayat 159:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya:
“Maka disebabkan rahmat Allahlah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap kasar dan berhati keras. Niscaya mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Kerena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan tertentu. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS. Ali ‘Imran: 159)

Apa saja yang perlu dimusyawarahkan? Hal-hal yang perlu dimusyawarahkan tentunya perihal kepustakawanan di Indonesia, khususnya mengenai visi dan pola pergerakan yang akan dilakukan oleh masing-masing asosiasi pustakawan dan perpustakaan. Visi, misi, dan tujuan masing-masing asosiasi pustakawan dan perpustakaan perlu di-peta-kan. Hal ini akan membantu kita dalam memperjelas peran dan fungsi setiap asosiasi pustakawan dan perpustakaan. Hendaknya kita memahami mengenai apa, bagaimana, dan mengapa kita ini?

Asosiasi pustakawan dan perpustakaan tentu memiliki kekuatan, kelemahan, keuntungan, dan ancaman masing-masing. Kelemahan satu asosiasi dapat ditutupi dengan bantuan kekuatan asosiasi lainnya, begitu juga ancaman satu asosiasi dengan keuntungan asosiasi lainnya. Hal yang penting adalah untuk membentuk cita-cita bersama, menyepakati visi bersama. Visi ini kemudian perlu dituangkan dan dijabarkan lebih rinci kedalam kerangka program atau kegiatan yang saling bersinergi.

Memahami hakikat asosiasi dan diri, membentuk visi bersama, pemetaan pergerakan, dan bersinergi merupakan hal-hal yang dapat kita terus upayakan untuk menghadapi tantangan saat ini. Saya berharap, semua pihak dapat ikut berperan mendorong terciptanya sinergisme ini bahkan untuk “sekedar” sebuah partisipasi keanggotaan dalam asosiasi ataupun doa. Seperti kisah berikut ini:
‘Abdah bin Abi Lubabah berkata: “Aku bertemu dengan Mujahid. Lalu dia menjabat tanganku, seraya berkata:
“Jika dua orang yang saling mencintai karena Allah bertemu, lalu salah satunya mengambil tangan kawannya sambil tersenyum kepadanya, maka gugurlah dosa-dosa mereka sebagaimana gugurnya dedaunan…”
[Lihat Silsilah ash-Shahihah: 526, 2004, 2692]
‘Abdah melanjutkan: “Aku pun  berkata: “Ini adalah perkara yang mudah…”
Mujahid lantas menegur, seraya berkata:
“Janganlah engkau berkata demikian, karena Allah ta’ala berfirman;
لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِيْ الْأَرْضِ جَمِيْعًا مَا أَلَّفْت بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ
“Walaupun engkau membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi niscaya engkau tidak dapat menyatukan hati mereka, akan tetapi Allah-lah yang telah mempersatukan hati mereka…” (QS Al-Anfal: 63)
Akhirnya ‘Abdah berkata: “Maka aku pun mengakui bahwa dia (Mujahid) memiliki pemahaman yang lebih dibandingkan aku…”
(Hilyatul Auliya’ :3/297, Silsilah as-Shahiihah: 2004)

Dari kisah ini, kita dapat mengambil hikmah bahwa hanya Allah SWT yang mampu mempersatukan hati manusia. Dia-lah Maha Penguasa Hati yang mampu membolak-balikkan hati makhluk-Nya dan hanya kepada-Nya lah kita hendaknya memohon. -dwijo

 

Referensi:
__. 200?. “Musyawarah dalam Islam”.  http://kiteklik.blogspot.com/2010/08/musyawarah-dalam-islam.html#sthash.O7tjHxPB.dpuf (Diakses pada 5 Maret 2015)
Antariksa, Yodhia. 2012. “The Death of Samurai : Robohnya Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo” http://strategimanajemen.net/2012/09/03/the-death-of-samurai-robohnya-sony-panasonic-sharp-dan-sanyo/#sthash.8IzfFY6k.dpuf (Diakses pada 5 Maret 2015)
Asmara, Aldiles Delta. 2015. “Adab menasihati”. http://www.dakwatuna.com/2015/02/25/64561/adab-menasihati/#ixzz3TTrEimGT (Diakses pada 5 Maret 2015)
Femi, Albertus. 2013. “Kontradiksi Artikel The Death of Samurai: Robohnya Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo”. http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/01/09/kontradiksi-artikel-the-death-of-samurai-robohnya-sony-panasonic-sharp-toshiba-dan-sanyo-517947.html (Diakses pada 5 Maret 2015)
Maarif, Ahmad Syafii. 2013. “Rontoknya perusahaan Jepang”. http://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/13/05/10/mmkh36-rontoknya-perusahaan-jepang (Diakses pada 5 Maret 2015)
Sahabat ilmu. 2015. “Jabat tangan”. Sebuah kisah yang disebarkan melalui media sosial.
Zen, Zulfikar. 2008. “35 TAHUN IPI : 1973-2008”. Makalah  pada: Musayawarah Daerah (Musda) Pengurus Daerah Ikatan Pustakawan Indonesia KALIMANTAN SELATAN Banjarmasin, 9 Oktober 2008.

Library Rockstars: Sang Pemerhati Kepustakawanan Indonesia

Blasius Sudarsono, nama ini saya kenal pertama kali pada tahun 2010. “Perkenalan” ini terjadi melalui sebuah tulisan berjudul “Perpustakaan Dua Titik Nol: Pengantar Pada Konsep Library 2.0” untuk keperluan penulisan skripsi saya. Pada saat itu, sosok Blasius Sudarsono yang terbayangkan di benak saya adalah seorang pustakawan muda, gagah dan energetic, hi-tech, cerdas, dan suka berbagi ilmu melalui menulis. Kesempatan bertemu dengannya baru terjadi pada tahun 2012 pada acara Kuliah Umum Terbuka yang digelarnya untuk pertama kali di PDII-LIPI.
Pada saat itu, alangkah terkejutnya saya. Ternyata sosok Blasius Sudarsono yang saya lihat mengisi acara tersebut adalah seorang pria bertubuh kecil dengan rambut yang sudah berwarna putih karena usia. “Kecele sama nama Blasius-nya dan topik library 2.0 yang ada di Visi Pustaka nih gw” pikir saya saat itu. Kesan saya terhadap sosok Blasius Sudarsono yang pertama kali saya lihat langsung setelah sebelumnya hanya dapat membayangkan melalui tulisannya pun berubah. Dari sosoknya yang kecil itu, saya dapat melihat kedalaman ilmu dan kebijaksanaan yang dimilikinya.
Fakta-fakta menarik yang mengejutkan berikutnya pun saya ketahui. Acara Kuliah Umum Terbuka ini merupakan rangkaian acara menjelang hari purna tugasnya. Pak Dar atau Pak Blas, begitu kini saya mengenalnya, pensiun sebagai Pustakawan Utama PDII-LIPI pada tanggal 1 Maret 2013. Acara tersebut dijadikan sarana berbagi pengalamannya selama menjadi pustakawan. Fakta berikutnya, ternyata Pak Dar pernah mengajar di Jurusan Ilmu Perpustakaan UI (atas permintaan Ibu Somadikarta, sejak 1981 – 1996) dan fotonya sering saya lihat terpampang di Laboratorium Perpustakaan JIP-UI.

kolordwijo-blasiussudarsono
kolordwijo-blasiussudarsono

Nama : Blasius Sudarsono
Lahir : 02 Februari1948
Pekerjaan: Pemerhati Kepustakawanan Indonesia (Pensiunan Pustakawan Utama PDII-LIPI)
Status : Menikah
Isteri : Maria Tatiek Hardiyati Sudarsono (almh.)
Anak : Bhenadetta Pravita Wahyuningtyas
Alamat : Jalan Tengah RT 001 RW 09, Kalurahan Kampung Tengah, Kecamatan Kramatjati, Jakarta.
Pendidikan :
1) Bachelor of Sciences in Physics equiv UH, USA
2) Master of Library Studies, GSLS UH, USA
Dari pidato kepustakawanan yang berjudul “Memaknai dokumentasi” yang dibawakan pada tanggal 28 Februari 2013 sebagai memori akhir masa tugasnya, saya mengetahui bahwa sesungguhnya dunia kepustakawanan bukanlah cita-cita dari Sarjana Muda Ilmu Fisika FIPA UGM ini. Kegalauan-kegalauan pun pernah dialaminya sebelum akhirnya memilih dunia kepustakawanan sebagai panggilan hidupnya. Wawancara dengan Direktur PDIN saat itu, Ibu Luwarsih Pringgoadisurjo, M.A. membuat dirinya merasa dibutuhkan dan memiliki harapan dalam bidang kepustakawanan. Hal ini akhirnya membawa Pak Dar memulai tugasnya pada tanggal 1 Agustus 1973 di Pusat Dokumentasi Ilmiah Nasional. Dalam masa-masa tugasnya sebagai pustakawan, Pak Dar melanjutkan studinya di bidang ilmu perpustakaan, menghasilkan tulisan-tulisan, berkarya dalam dunia kepustakawanan, serta berbagi ilmunya kepada orang lain. Kini, Pak Dar dikenal sebagai salah satu begawan kepustakawanan Indonesia. Penghargaan Live Time Achievement pun diberikan kepadanya dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada tahun 2013.
Secara pribadi, saya mengenal Pak Dar sebagai sosok yang mengayomi, ramah, bijaksana, juga narsis dan belagu. Diskusi-diskusi bersama Pak Dar akan banyak membahas mengenai “Why to do” ketimbang “How to do”. Meskipun dirinya sering mengatakan “I am just a simple librarian” nyatanya memahami jalan pikir Pak Dar bukanlah hal yang simple. Bagi Pak Dar, hidup itu harus dijalani, dinikmati, namun tetap bereksperimentasi.

“Kiranya kita perlu menjalani hidup di antara dua ujung yang bukan rencana kita itu dengan ikhlas, berusaha memahami, menyenangi, serta mengembangkannya, agar hidup kita menjadi bermakna bagi sesama manusia. Demikian juga hidup yang saya jalani sebagai pustakawan selama ini. Saya berusaha menerima secara ikhlas, juga berusaha memahami, menyenangi, dan mengembangkannya. Pada gilirannya juga mengupayakan agar bermanfaat bagi nilai kemanusiaan. Selama ini saya hidup dalam rumah pustaka, bernafas dalam udara rumah itu, menjaga rumah itu, dan mendapatkan nafkah hidup juga karena tugas itu.” (Sudarsono, 2013:5-6)

Sebagai pustakawan Pak Dar memiliki kepedulian yang besar terhadap dunia kepustakawanan Indonesia. Oleh sebab itu, setelah menjadi pensiunan pustakawan pun Pak Dar lebih senang disebut sebagai Pemerhati Kepustakawanan Indonesia. Menurutnya, profesi pustakawan di Indonesia masih dalam keadaaan belum beruntung namun pustakawan tidak boleh pasrah.

“Pustakawan sebagai profesi harus benar mampu menunjukkan kinerjanya dan mutu kerjanya. Oleh karena itu kompetensi dasar yang telah diperoleh dari pendidikan harus selalu ditingkatkan melalui kesadaran pribadi melakukan Continuing Professional Development (CPD), atau Pengembangan Keprofesionalan Berkelanjutan (PKB).” (Sudarsono, 2012:119)

Dalam beberapa kesempatan, saya sempat bertemu dan berdiskusi dengan Pak Dar. Berikut ini salah satu perbincangan saya dengan Pak Dar mengenai dirinya:
T: Dahulu kuliah di Jurusan Ilmu Perpustakaan bagaimana ceritanya Pak?
J: Saya masuk sekolah perpustakaan karena ditugaskan lembaga tempat kerja saya Pusat Dokementasi Ilmiah Nasional (sekarang PDII-LIPI)

T: Ada kenangan khusus waktu kuliah dahulu?
J: Kenangan khusus waktu kuliah adalah di GSLS UH, USA menjadi masa kuliah yang paling menyenangkan. Buat saya, ternyata studi perpustakaan tidak sesukar Ilmu Fisika.

T: Bagaimana cerita kiprah Anda dalam dunia perpustakaan?
J: Awalnya saya itu “terpaksa”, namun saya sadar bahwa kenyataanya saya bekerja dalam dunia dokumentasi (perpustakaan). Saya hanya ingin membuktikan (menunjukkan) kemampuan diri saya saja. Jika sebelumnya saya bekerja di laboratorium fisika dasar saya bisa, masa saya bekerja di perpustakaan tidak bisa?
Saya memang direkrut PDIN untuk menyiapkan komputerisasi PDIN. Saya mulai belajar pemrograman FORTRAN IV pada tahun 1974 di ITB. Ironinya walaupun saya menguasai permasalahan komputer pada waktu itu, PDIN belum mampu memiliki komputer. Pengetahuan komputer saya, bertambah saat belajar di USA. Saya melakukan studi banding atas 15 instalasi komputer terbesar di USA antara lain : Univ California Berkeley, Stanford University, IBM Palo Alto Research Center, University of Chicago, John Crerar Library, OCLC, Chemical Abstracts, Batelle Memorial Laboratory, Library of Congress, National Library of Medicine, National Library of Agriculture, Engineering Society Library, New York Public Library, dan United Nations Library and Documentation Center.
Sekembali di Indonesia pada Tahun 1979, ternyata PDIN juga belum mampu mengadakan peralatan komputer. Dengan kemampuan saya di bidang komputer, sebenarnya saya dibujuk teman yang menjadi salah satu Direktur di IBM Indonesia untuk bergabung di IBM Indonesia. Hanya karena saya tidak mau disebut sebagai tidak bertanggungjawab maka saya tetap di PDIN.
PDIN baru bisa mengadakan Komputer HP 3000/40 pada Tahun 1983. Itu adalah komputer klas mini (bukan main frame). Komputer PC belum ada. Itu adalah instalasi komputer untuk pekerjaan dokumentasi yang pertama di Indonesia. Sejak itu saya memimpin program komputerisasi di PDIN. Ikut memikirkan konsep Ipteknet yang dicetuskan oleh Ibu Luwarsih pada 1986. Ipteknet menjadi salah satu awal pembangunan jaringan komputer di Indonesia sebelum merebaknya Internet.
Puncak pencapaian program komputerisasi di PDI-LIPI adalah ekspose (pemaparan) sistem yang kami bangun kepada Kepala Negara (Waktu itu Presiden Suharto). Ekspose itu dilakukan dalam rangka peresmian Gedung Perpustakaan Nasional Salemba. Saya perlihatkan kepada presiden bagaimana akses melalui jaringan telepon dari Perpustakaan Nasional di Salemba ke Pusat Komputer PDII-LIPI Jalan Gatot Subroto. Oleh Ibu Mastini (Kepala Perpustakaan Nasional yang pertama) disampaikan kepada Presiden bahwa Perpustakaan Nasional juga memerlukan komputer dan mohon ijin untuk pengadaannya. Jika tidak salah ini terjadi pada Tahun 1989.
Tahun 1990, saat saya berusia 42 tahun, saya menggantikan Ibu Luwarsih Ringgoadisurjo sebagai Kepala PDII-LIPI sampai Tahun 2001. Dalam menjalankan kepemimpinan inilah saya kemudian tidak lagi terlibat pada pekerjaan teknis. Saya mulai lebih memikirkan pada tataran kebijakan nasional maupun relasinya dengan internasional di bidang dokumentasi, perpustakaan dan jasa informasi. Meski pertanyaan tentang filsafat kepustakawanan telah saya lontarkan sejak 1988, dan pertama kali secara resmi pada Rapat Kerja IPI di Semarang 1991, namun saya baru bisa memulai Mata Kuliah Filsafat Kepustakawanan justru di Unpad untuk program magiter baru pada 2003.
Tahun 2001 sampai sekarang saya tetap sebagai pustakawan, dengan pencapaian puncak adalah dalam Jabatan Pustakawan Utama, Pangkat Pembina Utama, Golongan IVe. Selanjutnya saya kan lebih senang disebut sebagai pemerhati kepustakawanan Indonesia. Membangun dan mengembangkan kelompok studi Kappa Sigma Kappa INDONESIA.

T: Visi atau pencapaian ke depannya apa Pak? untuk pribadi maupun pekerjaan
J: Visi ke depan? Suatu saat nanti jika orang mendengar atau menyebut kata “pustakawan” dalam benak mereka terpola kesetaraan dengan kata “budayawan”
T: Bagaimana peran keluarga dalam karir Anda?
J: Keluarga sangat membantu dan memberi kebebasan bagai saya untuk berpikir kritis dan logis.
T: Siapa saja orang-orang yang menginspirasi Anda selama ini?
J: Sukar untuk menyebutnya secara khusus. Inspirasi bagi saya dapat timbul dari lingkungan baik alam maupun manusianya.

Kecintaan Pak Dar terhadap dunia kepustakawanan Indonesia tetap terjaga walau sudah purna tugas. Sebagai pustakawan generasi muda, kita perlu belajar dari semangat dan sikap kritis yang dimilikinya. Seperti yang Pak Dar percayai dan jalani “hidup itu harus dijalani, dinikmati, namun tetap bereksperimentasi.”

Daftar Pustaka

Sudarsono, Blasius dan Rahmawati, Ratih. 2012. Perpustakaan untuk rakyat: dialog anak dan bapak. Jakarta: Sagung Seto.

Sudarsono, Blasius. 2013. Memaknai Dokumentasi: Pidato Kepustakawanan. Jakarta: PDII-LIPI